No Bookmarks
Bookmark
Rating
Review at:

Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit!!!

Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit!!!
Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit!!!
Photo credit: matthias-uhlig.photography via Visual Hunt / CC BY


Dalam hidup, kamu pastinya pernah mengalami kejadian yang menyebalkan yang membuat moodmu berubah menjadi jelek sampai-sampai kamu kesal dan berkata:

"Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit!!!"

Saya punya teman, sebut saja namanya Iky (bukan nama sebenarnya), dia kuliah di kampus x. Ceritanya bermula ketika Iky sedang menempuh studinya di semester 7, Iky menjalani kuliah seperti biasa, mengerjakan tugas, mengikuti kegiatan mahasiswa, belajar di kelas, dan aktifitas lainnya di kampus.

Semester 7 tidak terasa sudah mau selesai, itu berarti Iky dan teman-teman seangkatannya akan ujian akhir semester alias UAS. 

Hari pertama uas, Iky menjalaninya dengan lancar, begitu pun hari kedua. Selesai ujian hari kedua, Iky melihat jadwal mata kuliah selanjutnya minggu depan. Itu berarti ada banyak waktu buat belajar, peristiwa menyebalkan pun terjadi. Kartu uas Iky hilang entah kemana, karena Iky tahu kalau mata kuliah yang belum diujikan itu minggu depan, santai saja, dia memutuskan untuk mengambil kartu uas lagi hari senin depan.

Hari senin pun tiba

Iky segera saja mengambil kartu uas di bagian sekretariat, ia menunjukkan buku bayaran, viola, kartu pun diberikan.  Ketika melihat jadwal, mata Iky terpana ngeliat jadwalnya sendiri, kenapa Iky terkejut?

"Sial, gara-gara kartu uas gue ilang, ada 3 mata kuliah yang uasnya ternyata hari sabtu! Shit!!!"
Sesuai prosedur, kalau mahasiswa ingin ikut uas susulan, mahasiswa terkait harus melapor ke panitia pelaksana uas.

Iky pun bergegas ke ruang panitia, sesampainya disana, ia langsung menyapa petugas disana, dosen, perempuan sekitar 24 tahun, mungkin, ia pun menyampaikan keinginannya untuk ujian susulan. Kira-kira begini percakapannya:

Iky: "Selamat pagi bu, saya ingin ikut uas susulan."

Dosen: "Bisa saya lihat kartu uasnya?"

Iky: "Ini bu." Iky memberikan kartunya.

Dosen:: "Kalau mau susulan, kamu harus fotokopi kartu uasnya dulu. Silahkan fotokopi lalu kembali lagi kesini."

Iky: "Baik bu." Iky pun pamit dan pergi ke fotokopian.


Setelah selesai fotokopi kartu uas

Iky: "Permisi bu, ini fotokopi kartu uas saya." Iky menyerahkan fotokopi kartu uasnya.

Dosen: "Oke, fotokopi kartu uas ada. Boleh saya minta ketarangan sakitnya?" Tanya dosen itu.

Iky: "Saya nggak sakit bu, jadi saya nggak punya keterangan surat sakit dari dokter."

Dosen: "Prosedurnya seperti itu, kalau tidak ada kamu nggak bisa ikut uas  susulan."

Iky pun diam sejenak, dalam hati dia ngoceh begini:

"Sial, masa iya gue harus sakit dulu baru bisa ikut uas susulan!"

Dosen: "Gimana? Kamu bawa nggak surat keterangan sakitnya? Kalau nggak, kamu tanya ke bapak yang itu, minta izin ke beliau, beliau ketua panitia uas, kalau beliau  mengizinkan berarti kamu diperbolehkan ikut uas susulan."

Iky pun berjalan menghampiri orang yang ditunjuk oleh dosen tadi, tahu apa yang terjadi setelah itu?

Ketua panitia uas bilang kalau Iky harus menghubungi ketiga dosennya lewat TELPON! (sengaja di capslock dan bold karena memang ada kaitannya dengan cerita selanjutnya, intinya, birokrasi lagi).

Iky pun menelpon ke -3 dosen itu satu persatu.

Dosen pertama, beliau mengizinkan Iky untuk mengikuti ujian. Dosen pertama ini malah bingung dengan penuturan ketua panitia uas, masa permasalahan ujian susulan dilimpahkan ke dosen, seharusnya itu sudah jadi tanggungjawab panitia pelaksana uas, begitu redaksinya dari dosen pertama.

Dosen kedua, beliau minta bertemu langsung dengan Iky. Iky pun menemui beliau, kira-kira itu sudah jam 12 siang, Iky pun menyampaikan keinginannya untuk bisa ikut uas susulan. Dosen itu pun mengizinkan.

Dosen ketiga, beliau minta untuk bertemu dengan Iky juga, tapi beliau sedang tidak ada di kampus, tidak mungkin bagi Iky untuk pergi ke tempat beliau karena hari ini adalah hari terakhir ujian, itu berarti ujian susulan pun terakhir hari ini. Alhasil, Iky langsung pergi ke ruang panitia untuk melaporkan hasilnya. Tahu bagaimana kelanjutan ceritanya? Apa yang dikatakan oleh ketua panitia uas itu? Terusin baca ceritanya:

Iky: Pak, saya sudah menelpon ketiga dosen tersebut, dosen-dosen yang saya telpon mengizinkan saya ikut ujian susulan. Dosen yang ketiga meminta saya untuk bertemu namun lokasinya yang jauh tidak memungkinkan saya untuk kesana karena mengingat ini hari terakhir ujian.

Ketua Panitia UAS: "SIAPA yang nyuruh kamu TELPON dosennya begitu, hah? Kamu itu ya, NGGAK SOPAN! SAYA nggak bisa NGIZININ kamu buat ikut uas susulan kalau kamu nggak ada bukti otentik dari dosen terkait, coba buktikan mana sms dari beliau! Nih, kaya mahasiswa ini dong, dia punya bukti sms dari dosennya, emangnya kamu nggak sopan pake nelpon dosennya segala!"

Iky, dalam hati dia menggerutu begini:

"Kampret ini orang, lu sendiri yang nyuruh gue buat nelpon dosennya satu-satu tadi, sekarang omongan lu malah berubah, gimana sih, gue udah ngikutin prosedur yang lu bilang tadi, sekarang lu malah nggak ngizinin gue ikut uas. Pake acara ngebandingin gue sama mahasiswa lain lagi!"

Untungnya, ada salah satu dosen yang mengiriminya sms saat itu, isinya beliau mengizinkan Iky ikut uas susulan. Iky pun langsung menunjukan bukti sms itu ke ketua panitia uas itu.

Iky: "Ini pak, bukti smsnya." Iky pun menunjukkan isi sms itu ke ketua panitia uas.

Ketua Panitia UAS: "Satu doang? Mana yang lainnya? Kamu cuma bisa ikut uas susulan 1 mata kuliah!" Dia pun memberi memo kepada Iky.

Iky: "Terimakasih Pak!" Iky pun berlalu, dia pergi ke dosen yang sebelumnya menyuruhnya untuk berurusan dengan ketua panitia uas yang memuakkan tadi.

----------------------------------------------------------

Iky: Bu, saya mau ikut susulan mata kuliah ini. Saya udah dapet memonya dari ketua panitia uasnya kok."

Dosen: Oke kalau begitu, kamu saya izinkan uas susulan, sekarang jam 1, berarti kamu susulan jam 3 ya."

Iky: "Iya bu, terimakasih."

Dalam hati, Iky berkata:

"Birokrasi di kampus gue ini kenapa ribet banget sih! Gue dateng ke ruang panitia uas jam setengah 8 pagi, ngurus fotokopi kartu uas, diminta surat keterangan sakit, disuruh nelpon dosen, udah selesai nelpon dosen gue malah disalah-salahin di ruang panitia uas sampe pada ngeliatin gue, dibandingin lagi, dan gue cuma bisa ikut 1 mata kuliah dari 3 mata kuliah yang harusnya gue udah bisa susulan dari pagi, eh ini mah baru susulan jam 3 sore."

Iky pun ikut susulan jam 3, setengah jam kemudian Iky selesai mengerjakan soal uas. Hasilnya A, sedangkan 2 mata kuliah lainnya yang seharusnya bisa ikut susulan hari ini terpaksa berujung dengan nilai 0!
--------------------------------------------------------

Pelajaran apa yang bisa kita pelajari dari kisah Iky diatas?

Pertama, birokrasi pada awalnya sebenarnya dibuat  untuk memudahkan aktifitas manusia tapi kenyataanya di kampus x tempat Iky kuliah, birokrasinya mempersulit mahasiswanya untuk bisa ikut uas susulan. 

Kedua, menurut keterangan Iky sendiri, syarat mahasiswa bisa ikut uas dan susulan adalah harus melunasi bayaran semester dan sks, Iky sudah melunasi kewajibannya tapi ia tidak mendapatkan hak sebagaimana mestinya, ironis, memang begitu kenyataan yang harus dihadapi oleh Iky.

Ketiga, ingat dengan ketua panitia uas yang menyebalkan diatas? Pada awalnya dia meminta Iky untuk menelpon dosennya satu persatu, namun ketika Iky menjalankan perintahnya, dia malah tidak mengakui bahwa dia yang menyuruh Iky berbuat demikian, alhasil dia memarahi Iky habis-habisan, padahal di ruang itu cukup ramai sampai-sampai membuat Iky kesal dan marah namun Iky tetap mencoba menahan amarahnya, tidak selesai memarahi Iky, dia juga membandingkannya dengan mahasiswa lain. Kalau kamu ada di posisi Iky, bila kita tempramen, bisa saja terjadi adu pukul karena tidak terima dengan perbuatan beliau yang katanya seorang akademisi. Alhasil, dia hanya mengizinkan Iky ikut susulan 1 mata kuliah,  padahal seharusnya apabila mahasiswa sudah melunasi pembayaran, mahasiswa berhak untuk mengikuti ujian susulan, namun tidak demikian yang terjadi pada Iky, haknya direnggut oleh orang yang memiliki otoritas.

Kalau Bisa Dipermudah Kenapa Harus Dipersulit, kalau memang peraturannya adalah lunas bayaran kenapa Iky harus dipersulit untuk melakukan birokrasi ini dan itu? Harusnya Iky diberikan haknya untuk bisa ikut ujian susulan.

Sekian, kalau cerita ini dirasa memberi pembelajaran yang bermanfaat untukmu, kamu bisa membagikannya ke teman-temanmu yang lain lewat sosial media. 

Bagaimana menurutmu?