Cara Juri NSDC & LDBI Menentukan Best Speaker
Konten ini saya buat untuk murid-murid sekolah (SMA, MA, & SMK) yang mengikuti LDI (Lomba Debat Indonesia) Puspresnas pada cabang lomba NSDC dan LDBI, spesifiknya mekanisme penjurian dan penilaian dalam menentukan pembicara terbaik (best speaker).
Meski target utama konten ini adalah murid yang menjadi debater, konten ini tetap relevan dipelajari oleh pelatih, guru pendamping, hingga kepala sekolah, khususnya jika ketiga stakeholder ini punya kepentingan mendampingi murid dari awal hingga akhir lomba debat dari Puspresnas ini.
1. Mekanisme Juri dalam Menentukan Best Speaker NSDC dan LDBI sesuai Panduan Puspresnas
Sebenarnya, setiap kali pihak Puspresnas dan innstansi mitranya (Dinas Pendidikan, MGMP, & Juri) mengadakan seleksi LDI dari tingkat wilayah, provinsi, hingga nasional, metrik yang digunakan selalu sama dan jelas tertera pada panduan LDI yang dirilis Puspresnas berikut:
Sesuai kutipan ilustrasi yang saya lampirkan diatas, kita ambil sampel penentuan best speaker seleksi LDI tingkat provinsi yang akan mewakili ke tingkat nasional, pada seleksi Provinsi berbasis Kompetisi, Pembicara Terbaik (Best Speakers) ditentukan dari akumulasi nilai selama Babak Penyisihan (Preliminary).
Apabila terdapat pembicara dengan akumulasi nilai yang sama, maka peringkat akan ditentukan berdasarkan standar deviasi. Standar deviasi yang lebih rendah mendapat peringkat yang lebih tinggi.
Dari penjelasan tersebut, bagi siapapun; siswa, pelatih, guru pendamping, atau kepala sekolah yang punya keyakinan bahwa best speaker diambil dari poin pemenangan tim (Victory Point) adalah keyakinan yang keliru.
Misalnya, meskipun tim debat sekolahmu berhasil menang di 4 ronde penyisihan LDI tingkat provinsi, itu tidak otomatis berarti mereka mendapat privilese atau kuota khusus untuk maju ke tingkat nasional.
Pemilihan best speaker dipilih melalui akumulasi total skor individual di keseluruhan babak penyisihan, dengan mekanisme ini, semua murid punya peluang yang sama atau setara untuk mengakumulasikan total skor individual dari babak penyisihan awal hingga akhir.
Debater yang terpilih menjadi best speaker bisa saja diambil dari tim yang menang 3 / 2 ronde selama performa individualnya; baik dari segi konten argumentasi, persuasi saat presentasi, konfrontasi, & resolusi yang peserta tersebut tunjukkan punya bobot skor yang tinggi dibanding peserta lain.
2. Simulasi Juri & Tim Tabulasi Melakukan Perhitungan Skor Best Speaker di Lomba NSDC dan LDBI Puspresnas
Disclaimer: dalam lomba debat akademik format parlementer skala besar seperti LDI (NSDC dan LDBI) Puspresnas, ada 2 stakeholder yang terlibat dalam skoring lomba debat:
- Pertama: juri debat → bertugas menilai skor individual pendebat dan skor tim debat secara keseluruhan dari babak penyisihan hingga final. Karena pembahasan konten ini fokus mencari best speaker, dewan juri akan menilai skor individu seluruh peserta debat dari babak penyisihan awal hingga akhir (Tiap provinsi punya kebijakan jumlah ronde babak penyisihan masing-masing, ada yang 3 ronde, 4 ronde, atau lebih).
- Kedua: tim tabulator → tim atau divisi ini bekerjasama dengan dewan juri untuk menginput hasil skor individu dan mengolah skor tersebut untuk mendapatkan nilai rerata (median) dan standar deviasi dari masing-masing peserta debat.
Sekarang, kita punya satu pemahaman yang sama bahwa kedua stakeholder ini yang terlibat dalam pemberian dan pengolahan hasil skor untuk menentukan siapa 3 best speaker terbaik yang nantinya akan mewakili provinsinya.
Selanjutnya, agar semua pembaca konten ini — apapun statusnya: pembaca umum, siswa (SMA, SMK, atau MA), guru pendamping, pelatih internal / eksternal sekolah, hingga pimpinan sekolah; baik itu kepala sekolah dan jajarannya — bisa memahami mekanisme perhitungan skornya, saya akan membuatkan simulasinya di konten ini, kita ambil sampel data dari skor NSDC Provinsi DKI Jakarta.
Kenapa ambil sampel data skoring dari provinsi ini? Simpel saja, karena saya mendampingi murid yang saya latih di lomba NSDC di provinsi DKI Jakarta, spesifiknya wilayah Jakarta Timur 1 dan 2. Berikut saya lampirkan data skor individu 10 best speaker NSDC 2025 Provinsi DKI Jakarta:
Oke, kamu memang sudah paham cara membaca data pada tabulasi yang saya lampirkan di konten ini, pertanyaan selanjutnya, bagaimana proses perhitungan skor peserta individu yang dilakukan tim juri dan tabulatornya? Well, pertanyaan ini akan saya jawab satu persatu lewat pembahasan di uraian selanjutnya.
2.1 Cara Perhitungan Skor Rerata (Median) di Lomba Debat NSDC dan LDBI
Masih dengan sampel data yang sama, anggaplah tim juri dan tabulator NSDC DKI Jakarta sudah mendapatkan skor ronde 1-4 pada babak penyisihan. Maka, data yang pertama dihitung adalah mencari skor rerata-nya. Untuk mempermudah penjelasan, kita ambil sampel data dari 1st best speaker NSDC Pronvisi DKI Jakarta 2025 dengan nama; Farra Isabella Santoso (Jakarta Selatan 1):
R1 = 71.00
R2 = 73.00
R3 = 75.00
R4 = 72.50
Cara perhitungan mudahnya: Jumlahkan semua skor tiap ronde. Kemudian, Bagi dengan banyaknya ronde yang peserta ikuti. Kira-kira begini perhitungannya:
Jumlah skor = 71.00 + 73.00 + 75.00 + 72.50 = 291.50
Rerata = 291.50 ÷ 4 = 72.88
Rerata Top 10 Best Speaker NSDC DKI Jakarta (4 ronde, tanpa GF)
1. Farra Isabella Santoso → 72.88
2. Elaine Faythe Hartono → 72.63
3. Mcricel Matthew Marcelino Mussu → 72.25
4. Catherine Nicole Yuen → 72.13
5. Zahra Ramizah Alya → 72.13
6. Chloe Lynn Hadi → 72.25
7. Mikayla Alycia → 71.63
8. Nadine Gunawan → 71.63
9. Canivianka Sachi Emmanuela → 71.50
10. Andaru Ramadhan Virajati → 71.38
Kalau kamu melihat skor rerata pembicara ke-3, 4, 5, 6, 7, dan 8 punya skor rerata yang sama / seri. Kalau hal ini terjadi, resolusinya kembali lagi ke aturan yang sudah dibuat puspresnas, masih ingat ini:
Apabila terdapat pembicara dengan akumulasi nilai yang sama, maka peringkat akan ditentukan berdasarkan standar deviasi. Standar deviasi yang lebih rendah mendapat peringkat yang lebih tinggi.
Sesuai regulasi puspresnas diatas, kita akan menemukan jawaban final untuk penentuan posisi rank best speakernya dengan cara menghitung skor standar deviasinya, jadi, susunan rank dari rerata skor diatas belum final ya. Mari simak cara perhitungan skor standar deviasinya lewat pembahasan selanjutnya.
2.2 Cara Perhitungan Skor Standar Deviasi (Stdev) di Lomba Debat NSDC dan LDBI
Punya data skor rerata (median) saja belum cukup, khususnya jika ada kondisi dimana skor reratanya sama antar peserta debat, oleh karena itu, pihak Puspresnas memasukkan satu lagi metrik penilaian, yaitu standar deviasi. Mari kita pelajari penjelasan teori dan perhitungan mudahnya:
- mengukur seberapa “stabil” skor seseorang dari ronde ke ronde.
- Kalau skornya naik-turun jauh (misalnya 65 → 80 → 70 → 85), standar deviasinya besar.
- Kalau skornya konsisten mirip-mirip (misalnya 72 → 73 → 72 → 73), standar deviasinya kecil.
Jadi kesimpulannya:
Angka kecil = peserta konsisten performanya.
Angka besar = performa peserta naik-turun.
Dari penjelasan ini, juri melihat skor standar deviasi yang lebih rendah / kecil mendapat peringkat yang lebih tinggi karena performanya konsisten dari ronde ke ronde pada babak penyisihan (Preliminary round).
R1 = 71.00
R2 = 73.00
R3 = 75.00
R4 = 72.50
Total skor = 71.00 + 73.00 + 75.00 + 72.50 = 291.50
Rerata (Avg) = 291.50 ÷ 4 = 72.88
Panduan perhitungan Standar Deviasi (SD)
Kurangi setiap skor dengan rerata, lalu kuadratkan hasilnya:
(71.00 – 72.88)² = (–1.88)² = 3.53
(73.00 – 72.88)² = (0.13)² = 0.02
(75.00 – 72.88)² = (2.13)² = 4.53
(72.50 – 72.88)² = (–0.38)² = 0.14
Jumlahkan semua hasil kuadratnya:
3.53 + 0.02 + 4.53 + 0.14 = 8.22
Bagi dengan jumlah skor (4):
8.22 ÷ 4 = 2.06
Ambil akar kuadratnya:
√2.06 ≈ 1.43
Kesimpulannya, Skor Standar Deviasi Farra = 1.43
Untuk pengunjung yang membaca data skor tabel dibawah ini via smartphone atau tablet, tabelnya nggak terpotong ya, kamu bisa scroll ke kanan untuk melihat keseluruhan datanya, terimakasih 🙏
Peringkat | Nama | Rerata | Stdev |
---|---|---|---|
1 | Farra Isabella Santoso | 72.88 | 1.43 |
2 | Elaine Faythe Hartono | 72.63 | 0.96 |
3 | Chloe Lynn Hadi | 72.25 | 1.14 |
4 | Mcricel Matthew Marcelino Mussu | 72.25 | 1.30 |
5 | Catherine Nicole Yuen | 72.13 | 0.55 |
6 | Zahra Ramizah Alya | 72.13 | 0.89 |
7 | Mikayla Alycia | 71.63 | 0.96 |
8 | Nadine Gunawan | 71.63 | 1.09 |
9 | Canivianka Sachi Emmanuela | 71.50 | 1.50 |
10 | Andaru Ramadhan Virajati | 71.38 | 0.96 |
Catatan tie-breaker
+Chloe (3rd) vs Mcricel (4th) → sama-sama 72.25, Chloe lebih unggul karena stdev 1.14 < 1.30.
+Catherine (5th) vs Zahra (6th) → sama-sama 72.13, Catherine lebih unggul karena stdev 0.55 < 0.89.
+Mikayla (7th) vs Nadine (8th) → sama-sama 71.63, Mikayla lebih unggul karena stdev 0.96 < 1.09.
Sekarang kamu sudah paham dan tahu POV bagaimana juri dan tim tabulasi melakukan input skoring dan pengolahan datanya lewat konten ini ya. Di lomba debatnya, kita hanya disajikan hasil akhirnya saja siapa yang masuk nominasi top 10 best speaker, tapi lewat konten ini, kamu jadi tahu behind the scene-nya seperti apa dewan juri dan tim tabulasi bekerja, semoga ulasan simulasi perhitungan yang saya buat bisa kamu pahami dan bermanfaat ya.
3. Kasus Miskonsepsi Sekolah di Provinsi X dalam Pemilihan Best Speaker Berujung pada Pemberitaan Sepihak yang Merugikan Juri
Untuk pihak sekolah / stakeholder yang terlibat mendampingi muridnya di lomba LDI Puspresnas, baik itu cabang NSDC atau LDBI, harap baca panduan LDI dengan seksama, jika belum paham bisa hadir mengikuti technical meeting yang diadakan dari tingkat seleksi wilayah, provinsi, hingga nasional pun disediakan, bisa tanyakan sejelas mungkin kepada dewan juri agar tidak terjadi kasus yang tidak diinginkan seperti ini:
Ada 1 sekolah di provinsi X (saya tidak akan menyebutkan nama sekolah dan provinsinya secara spesifik atas dasar perlindungan privasi—yang jelas, kasus ini terjadi pada pelaksanaan LDBI diluar provinsi DKI Jakarta—jika kamu aktif di komunitas atau grup debat nasional pasti tahu isu ini) yang gagal paham / memang tidak membaca panduan pelaksanaan LDI yang disediakan Puspresnas, tidak ikut hadir technical meeting, & di hari H protes kepada juri karena 3 muridnya yang menang 4 ronde di cabang lomba LDBI, tidak ada yang terpilih menjadi best speaker untuk perwakilan provinsi ke LDBI tingkat nasional, padahal di lomba tersebut pun dewan juri sudah bekerja secara profesional sesuai regulasi yang dibuat Puspresnas dan menjelaskan mekanisme tersebut kepada murid, guru pendamping, hingga kepala sekolah yang mengajukan protes tersebut.
Alih-alih mereka mencoba mengerti penjelasan yang diberikan juri, mereka malah menyewa media untuk membuat pemberitaan framing yang menyudutkan dewan juri dan stakeholder pelaksana LDBI di provinsi tersebut tidak bekerja profesional, padahal pihak sekolah tersebutlah yang tidak mau membaca panduan, hadir di TM, dan memahami mekanisme penentuan best speaker di lomba debat Puspresnas
Kasus diatas sangat disayangkan terjadi, alangkah baiknya pihak sekolah memahami mekanisme penjurian dan pemilihan best speaker lewat panduan yang disediakan, padahal waktunya lebih dari cukup loh, pihak puspresnas sudah merilis panduan ini jauh sebelum seleksi LDI tingkat provinsi, yaitu sejak bulan April 2025, saya pikir, dari April ke Agustus ada waktu 5 bulan untuk membaca atau memahami mekanisme lombanya. Ini saya lampirkan file panduan LDI Puspresnas yang bisa kamu unduh agar bisa dipahami mekanismenya:
Dan untuk pihak media yang terlibat, pada artikel berita yang kalian terbitkan di website, ada narasi upaya untuk mencari informasi dari 2 sumber:
- Pertama informasi liputan langsung yang didapat pihak media dari pihak sekolah yang merasa juri tidak memberikan penilaian yang adil
- Kedua; kalian mencoba untuk mengunjungi pihak dinas pendidikan terkait untuk mendapat informasi terkait mekanisme penjurian namun gagal dengan alasan dangkal seperti ini: "Gerbang dinas pendidikan digembok, jadi kami tidak dapat informasi apapun" terlihat kurang profesional, terlebih keputusan final yang kalian ambil adalah langsung menerbitkan artikel yang isinya protes dari 1 sekolah yang menyewa kalian saja tanpa melampirkan data objektif dari kedua belah pihak untuk validasi.
Dalam dunia bisnis media, skema monetisasi konten advertorial atau sponsored content sah secara hukum dan memang banyak media hidup dari sini, serta publik juga bisa menerima karena tahu konten tersebut sudah diberikan label "Iklan" atau "Advertorial".
Selama konten advertorial yang dipesan klien disajikan secara transparan—misalnya dengan label ‘Advertorial’ atau ‘Iklan’—dan isinya benar, tidak menyesatkan, serta tervalidasi, maka hal tersebut sah dan wajar.
Tapi jika isi kontennya melanggar prinsip kode etik jurnalisme yang berimbang dan bahkan mendekati fitnah karena bisa menyampaikan kesan tidak profesionalitas juri tanpa dasar faktual yang kuat. Maka kalian telah melanggar poin berikut:
- Pasal 3 → Wartawan wajib menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampur fakta dengan opini yang menghakimi.
- Pasal 4 → Dilarang menyebarkan berita bohong, fitnah, atau informasi yang tidak sesuai fakta.
- Pasal 6 → Wartawan dilarang menyalahgunakan profesi dan menerima suap, termasuk menerima bayaran untuk menampilkan sudut pandang tertentu tanpa objektivitas.
- Pers memiliki kemerdekaan, tetapi juga tanggung jawab menyajikan informasi yang akurat, benar, dan berimbang.
- Jika terjadi pemberitaan merugikan, pihak yang dirugikan berhak atas hak jawab dan bisa melakukan pengaduan ke Dewan Pers.
- Bila mekanisme pers internal (hak jawab/dewan pers) tidak membuahkan hasil, korban bisa mengajukan tuntutan hukum—baik perdata maupun pidana—terkait pencemaran nama baik atau fitnah.
Jika praktik seperti ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya merugikan juri atau stakeholder yang diframing secara negatif, tetapi juga bisa menghancurkan kredibilitas media itu sendiri. Publik akan kehilangan kepercayaan, sekolah justru bisa menuai bumerang, dan ekosistem lomba yang seharusnya edukatif malah ternodai oleh pemberitaan yang tidak objektif.
Oleh karena itu, untuk semua stakeholder yang terlibat, khususnya pihak yang menjadi peserta—murid, guru pendamping, pelatih, hingga kepala sekolah—harap membaca panduan pelaksanaan LDI Pusresnas dengan baik, jika dirasa belum paham, bisa ditanyakan kepada dewan juri sebelum hari H seleksi lomba; pada technical meeting. Bisa juga tanya rekan dari sekolah lain, agar kasus yang disebutkan dalam konten ini tidak terulang kembali.
Semoga konten ini dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat dan mudah dipahami tentang mekanisme pemilihan best speaker yang berhak mewakili provinsi ke tingkat nasional.
Posting Komentar