No Bookmarks
Bookmark
Rating
Review at:

Serendipity - Kamu Akan Menuai Apa Yang Kamu Tanam

Serendipity - Kamu Akan Menuai Apa Yang Kamu Tanam
Serendipity - Kamu Akan Menuai Apa Yang Kamu Tanam - Gambar diunduh dari google.com

Saya mengartikan serendipity dengan "Kita akan menuai apa yang kita tanam." Saya  pikir, seperti itulah kehidupan berjalan. Kehidupan mengajarkan banyak hal kepada kita meskipun kita sedang malas, tetap saja dia terus memberikan pelajaran pada kita bahwa malas itu tidak bermanfaat dan membuatmu tidak produktif. Segala hal dalam hidup ini tidak lepas dari pesan yang dibawanya.

Saya punya cerita perihal masa kecil dulu. Momen itu tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya karena memang memori itu terus teringat jelas dipikiran saya, bukan karena saya mencoba terus mengingatnya sampai sekarang, tapi kenangan yang berkesan itu memang membekas dalam benak manusia. Apa boleh buat, karena hidup itu satu paket, ada keputusan pasti ada konsekuensi. Kenangan ini pun sama, ada kenangan baik dan buruk. Cerita ini berlatar ketika saya sedang menekuni studi di sekolah dasar dan tingkat menengah pertama.

Ceritanya, ketika saya kelas 6 sekolah dasar, sekolah saya kedatangan guru baru, guru bahasa inggris. Kelak ketika saya dewasa, saya akan menyadari bahwa pilihan kuliah di jurusan bahasa inggris adalah karena momen ini. Suasana belajar menjadi berubah, saya dan teman-teman pada waktu itu berpikiran bahwa kedatangan guru baru adalah sesuatu yang menyenangkan, dan ternyata Tuhan punya caranya sendiri dalam menyiapkan skenario cerita yang indah buat saya kelak.

Saya sadar, saya tidak memiliki kemampuan akademik yang menonjol seperti teman-teman yang berlabel pintar di kelas, tapi saya percaya bahwa setiap orang punya sesuatu hal unik dalam dirinya yang membuatnya berbeda dan unggul, seperti itulah manusia. 

Saya seringkali mendapati anak-anak pintar selalu disanjung dan dielu-elukan oleh teman-teman yang lain bahkan guru, dan terkadang ada yang berlaku berbeda pada anak-anak yang kemampuan akademiknya rata-rata lebih tepatnya sih meremehkan orang lain. 

Karena saya sadar, saya memilih satu mata pelajaran yang mudah saya kuasai, dan belum orang lain kuasai. Saya memilih bahasa inggris, saya mempelajarinya dengan tekun bahkan saya ikut les bahasa inggris di BBC selama 1 semester. 

Singkat cerita, saya dan teman-teman minggu ini sedang melaksanakan ujian akhir sekolah, hari ini kebetulan ada pelajaran bahasa inggris, saya percaya dengan kemampuan diri sendiri dan berjanji tidak mencontek selama ujian. Soal demi soal saya kerjakan dengan mudah, saya juga heran, kenapa bisa demikian, saya hanya fokus pada pertanyaan dan mencari jawaban yang saya pikir itu benar, tanpa terasa semua soal sudah saya selesaikan. 

Sama dengan siswa lain pada umumnya, meskipun saya sudah selesai mengerjakan soal-soal yang diujikan, saya tidak langsung mengumpulkan lembar jawaban, saya mengoreksi kembali siapa tahu ada jawaban yang kurang tepat atau ada soal yang terlewat. Begitu ada siswa yang mengumpulkan lembar jawaban kepada pengawas, siswa lainnya langsung mengikuti.

Satu minggu berlalu, tibalah saatnya pengumuman hasil skor ujian. Semua skor mata pelajaran sudah diumumkan oleh guru wali kelas kecuali mata pelajaran bahasa inggris. Hari ini ibu guru bahasa inggris ada jadwal dan tentunya beliau akan mengumumkan skor hasil ujian minggu lalu. Saya dan teman-teman yang lain fokus pada skor nilai yang akan diumumkan oleh ibu guru. 

Di awal, ibu guru membuka pembicaraan dengan memberitahu kami bahwa benar memang siswa perempuan di kelas 6 banyak yang pintar, namun nilai tertinggi di mata pelajarannya diraih oleh siswa laki-laki, semua mata tertuju ke bangku paling depan. Disitu duduk bocah paling pintar apalagi soal hitung menghitung, dia jagonya. 

Saya dan teman-teman yang lain berpikiran sama bahwa dialah yang meraih skor tertinggi di kelas, namun akhr ceritanya tidak sesuai dengan dugaan kami, nama saya disebut, saya mendapat skor 9! Skor tertinggi mata pelajaran bahasa inggris di kelas, semua teman-teman langsung mengalihkan perhatiannya pada saya. Saya hanya bisa diam terpaku, ada rasa senang, tapi terkejut juga dan merasa ini benar-benar seperti mimpi.Setelah itu, ibu guru memberikan pujian pada saya dan beliau berkata bahwa saya punya bakat di bidang bahasa inggris.

Dan benar saja, semenjak saat itu, saya semakin suka dengan bahasa inggris bahkan saya memilih jurusan bahasa inggris ketika kuliah, saya ucapkan terima kasih yang tulus dari muridmu ini ibu guru, terima kasih atas bimbingannya. :)

Kalau cerita sebelumnya berlatar di sekolah dasar, cerita kedua berlatar di sekolah tingkat menengah pertama, we can called SMP for short.

Saya pernah punya guru olahraga dan entah kenapa kenangan tentangnya juga membekas sampai sekarang. Saya tidak pernah lupa dengan momen di kelas waktu itu, momen yang tidak menyenangkan sehingga membuat saya terus mengingatnya hingga detik ini.

Cerita ini berawal ketika ekskul PMR mengadakan simulasi pertolongan pertama pada korban dengan mengangkatnya ke tandu. Oh well, kenapa pula saya mendapat peran sebagai pasien. Saat saya diangkat ke tandu, tiba-tiba saja peralatannya rusak, saya terjatuh dan kepala saya terbentur. Saya merasa sakit, saya menangis, fisik saya memang tidak begitu kuat, insiden itu pun dilihat oleh guru olahraga saya.

Esoknya, saat pelajaran olahraga, hari itu tidak ada kegiatan olahraga, itu berarti belajar di kelas tentang teori-teori olahraga namun beliau tidak mengajarkan apa-apa di kelas melainkan membicarakan insiden esksul kemarin. Guru olahraga saya mengejek saya di depan teman-teman sekelas, saya tidak senang dengan hal itu, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya mengakui bahwa fisik saya lemah, lantas kenapa kalau saya memang seperti itu? Biarkan saja, saya tidak mempermasalahkannya dan menerima sebagaimana adanya diri saya. Saya heran, kok bisa-bisanya seorang guru menjelek-jelekkan muridnya di kelas dalam waktu yang cukup lama, cukup untuk membuat orang yang mendengarnya jengah.

Kedua kenangan itu masih jelas teringat dalam memori. Kebaikan yang kita tanam, tentu akan bermanfaat untuk orang lain meski itu hanya berupa ucapan. Karena ucapan tidak dapat ditarik kembali, berhati-hatilah dalam berucap. Guru bahasa inggris saya mungkin tidak mengingat pujiannya waktu itu, tapi saya masih mengingatnya, dan saya menganggapnya sebagai satu kebaikan yang ia berikan pada saya. Begitu pula guru olahraga saya di SMP, guru itu pasti sudah lupa dengan apa yang ia ucapkan selama di kelas tapi saya dan teman-teman yang lain masih mengingatnya sampai sekarang.

Jika kamu menanam ucapan yang baik, kebaikanlah yang akan engkau dapati, sebaliknya bila dirimu menanam ucapan buruk, keburukan pula yang akan mengikutimu nanti untuk dipertanggungjawabkan.