No Bookmarks
Bookmark
Rating
Review at:

5 Kerugian Mahasiswa Jika Kampus Tak Punya UKM Debat

Babak Final Lomba Debat IVED UI 2015
Dokumentasi pribadi: UI vs ITB IVED 2015

Lisensi KontenDaily Blogger Pro
Lisensi GambarDokumentasi Pribadi
Tujuan Konten:Membantu pembaca daily blogger pro agar bisa tahu apa kerugian bagi mahasiswa yang memilih berkuliah di kampus yang tidak punya ukm debat sama sekali

Bagi calon mahasiswa yang memiliki minat kuat di bidang debat, memilih kampus bukan hanya soal akreditasi atau program studi yang mereka tawarkan. Aktivitas pengembangan diri di luar kelas perkuliahan, seperti UKM debat, sering kali menjadi pertimbangan penting.

Sayangnya, tidak semua kampus menyediakan UKM debat sebagai wadah pengembangan diri untuk calon mahasiswa mereka. Ini bisa menjadi sinyal negatif bagi calon mahasiswa karena keinginannya untuk berkembang pada bidang berpikir kritis, public speaking, dan berkompetisi di lomba debat akademik tidak akan didukung.

Artikel ini mengulas lima kerugian yang mungkin dihadapi calon mahasiswa jika mereka masuk ke kampus yang tidak punya UKM debat resmi.

Mengapa UKM Debat Penting di Kampus & Apa Kerugiannya Bagi Mahasiswa Jika Minatnya Tidak Difasilitasi?

Saya pikir, cukup rasional jika calon mahasiswa mempertimbangkan masuk sebuah kampus karena fasilitas pengembangan dirinya. Di konten ini, anggap saja kamu mendapatkan spoiler, apa yang dirasakan mahasiswa yang punya minat di bidang debat tapi tidak ada ukm yang mewadahi minatnya.

1. Tidak Ada Dukungan Dana untuk Ikut Lomba Debat

Bisa atau nggak-nya ikut lomba debat, jadi metrik pertama yang jadi pertimbangan untuk calon mahasiswa yang punya minat di bidang debat akademik. Sayangnya, di kampus yang tidak ada ukm debat, mahasiswanya tidak mendapat dukungan dana untuk mengikuti lomba debat.

Alhasil, kalau kamu mau ikut lomba debat, kamu harus pakai dana pribadi. Jika dana pribadi tidak ada? Kamu bisa split bill dengan anggota tim debatmu. Meski hal ini mungkin, tapi jumlah lomba debat yang bisa kamu ikuti setiap bulan atau tahunnya sangat terbatas.

2. Sulit Mencari Rekan Tim Debat untuk Ikut Lomba

Di kampus yang ada ukm debat, kamu tidak akan kesulitan mencari rekan untuk membuat tim debat, jadi kamu bisa fokus ke latihan dan persiapan lomba debatnya saja.

Sedangkan di kampus tanpa ukm debat, tidak hanya minat kamu yang tidak difasilitasi, tapi mahasiswa yang berkuliah di kampus ini pun sangat jarang berminat mengikuti kompetisi debat akademik, alhasil, kamu akan kesulitan untuk mencari rekan untuk membentuk tim debat untuk ikut perlombaan.

3. Tidak Memiliki Pelatih Debat

Selama aktif menjadi debater dan juri lomba debat, saya sering bertemu banyak mahaiswa dari kampus lain, khususnya tim pemenang, mereka memiliki pelatih, ada yang bekerjasama dengan pelatih eksternal, ada juga yang dilatih oleh coach dari senior atau alumni dari ukm debat kampus.

Tentunya ada perbedaan performa debat antara mahasiswa yang dilatih coach berpengalaman dan mahasiswa yang tidak memiliki pelatih; biasanya tipe mahasiswa ini learning by dong - nggak sepenuhnya salah sih, karena mereka hanya bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman debat di perlombaan saja. Diluar lomba? Mereka belajar otodidak sendiri atau dengan rekan tim-nya.

Kalau pun terpikir untuk memesan jasa pelatih debat, dana yang mereka miliki terbatas, sehingga mereka hanya bisa pesan 1-2 pertemuan saja.

Ada sih NGO yang fokus membantu mahasiswa yang tidak memiliki privilage ukm debat dan pelatih debat dari kampusnya, namanya Beyond Debating Indonesia, tapi sejauh yang saya tahu, NGO ini sudah tidak aktif kembali, mereka aktif di tahun 2015-2018.

4. Tidak Punya Agenda Latihan Rutin

kalau tidak ada organisasi mahasiswa atau ukm debat, maka, kamu tidak punya privilage untuk mengikuti agenda latihan debat rutin selayaknya yang dilakukan debater di kampus lain yang punya UKM debat.

5. Mendirikan Komunitas atau UKM Debat Tidak Didukung Pimpinan Kampus dan UKM Lainnya

Biasanya ada mahasiswa yang akhirnya mengajukan proposal kepada pimpinan kampus untuk mendirikan komunitas atau ukm debat. Tapi proses ini tidak mudah, ada sebagian pihak rektorat, dekanat, hingga pimpinan organisasi mahasiswa (BEM Universitas, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa, dan UKM) yang tidak mendukung pendirian UKM baru.

Rasionalisasinya, bagi pihak pimpinan kampus, mereka tidak mau mengambil risiko membangun ukm baru jika tidak bisa langsung menghasilkan prestasi secara instan begitu mereka memberikan persetujuan.

Bagi pihak pimpinan organisasi mahasiswa (BEM Universitas, MPM, dan UKM), sebagian dari mereka ada yang tidak suka dengan mahasiswa yang ingin mengajukan proposal ukm baru. Alasannya? Karena tidak ingin anggaran program kerja tahunan mereka berkurang.

Dua barrier atau hambatan itu harus dilalui oleh mahasiswa yang ingin mengajukan proposal pendirian ukm debat di kampus, tapi masih ada regulasi administrasi yang cukup bervariasi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Ini salah satu ilustrasi administrasi pendirian ukm debat yang kurang memihak sisi mahasiswa atau terkesan mempersulit persetujuan pendirian ukm baru:

  • 1. Mengajukan proposal ke rektorat, dekanat kampus, dan mpm untuk pendirian ukm
  • 2. Diberikan masa percobaan 6 - 12 bulan untuk menjalankan program kerja ukm debat di semua fakultas namun tidak dibiayai sama sekali oleh pihak kampus
  • 3. Selama masa percobaan ini, mahasiswa dari komunitas debat ini harus aktif mengadakan acara untuk internal kampus, eksternal, dan mengikuti kompetisi untuk mendapatkan prestasi sebagai bentuk penilaian kredit
  • 4. Di akhir tahun, akan ada sesi evaluasi program kerja yang telah dijalankan selama periode percobaan, dihadiri pimpinan kampus dan organisasi mahasiswa, di sesi ini akan ada penilaian untuk menentukan apakah ukm yang diajukan bisa disetujui dan dilegalkan atau ditolak

See? Ada banyak konsekuensi negatif yang akan dialami oleh calon mahasiswa yang ingin mendaftar ke kampus yang tidak memiliki ukm debat. Bagaimana menurutmu?